kisah persaudaraan yang sesuatu :)
Satu hari, ketika badar mulai sunyi dari gegap kecamuk pertempuran yang akhirnya mengoyak kejahatan dan memenangkan kebenaran, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf menggiring lelaki tampan dan ranggi yang terbelenggu itu. Dia menggelandangnya dengan hati-hati dan lembut tanpa melepaskan genggaman pada ikatannya. Mereka menuju kea rah lelaki yang berwajah mirip dengan sang tawanan.

Sangat mirip.

‘Abdurrahman ibn ‘Auf mengangguk ta’zim pada lelaki itu, “Assalamu’alaika ya Mush’ab yang baik. Inilah saudara mu Abu ‘Aziz”

Mush’ab ibn ‘Umair menjawab salam dan membalas anggukan dalam-dalam.

Sang tawanan, Abu ‘Aziz ibn ‘Umair disergap lega. Syukurlah, dia akan diserahkan pada kakak yang disayanginya. Betapa mimpi buruk hari ini; mengikuti perang Badar, menyaksikan darah bersimbah ruah, melihat tumbangnya kejayaan Quraisy di tangan orang-orang Bani Najir, dan kini tertawan; sungguh menyakitkan. Kini dia berada dihadapan kakak yang telah bertahun-tahun tak dijumpainya. Dia rindu. Dia ingin memanggil penuh harap “kanda, ..”

Tetapi Mush’ab tak memandang ke arahnya, tak segera memeluk dan menyambutnya, dan seakan tak hendak menanggalkan belenggu pengikatnya. Sang kakak justru menundukan kepala. “tahan dia,” kata Mush’ab pada ‘Abdurrahman nyaris berbisik, “Kuatkan ikatanmu dan eratkan belenggumu… sesungguhnya dia memiliki seorang ibu yang sangat menyayangi dan memanjakannya. Insyaallah engkau akan mendapatkan tebusan yang berharga darinya, saudaraku!”

“apa?” Abu Aziz membelalak. “Aku tak percaya ini! Engkau hai Mush’ab, saudara ku sendiri, engkau menjualku dan membiarkannya  meminta tebusan dari ibu kita? Dimana cinta mu pada adik mu ini saudaraku?” Dia meronta

Mush’ab memalingkan wajahnya. Ada kilau dimatanya. Dihelanya udara panjang-panjang ke dalam dada. “tidak! Engkau bukan saudara ku. Dia inilah saudaraku…Dia inilah saudaraku!”

dari: dalam dekapan ukhuwah